Ribuan Mahasiswa Unjuk Rasa di Malang Menolak UU Cipta Kerja

KANALMALANG.NET – Senin (3/4) dua hari lalu, ribuan mahasiswa mengenakan pakaian hitam dan jas kampus memenuhi depan Balai Kota Malang dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Mahasiswa-mahasiswa tersebut menganggap bahwa UU Ciptaker cacat formil dan inkonstitusional. Selama unjuk rasa, mereka meneriakkan berbagai tuntutan dan membawa spanduk tulisan kecaman.
“Peraturan yang seharusnya dibuat untuk memecahkan masalah dalam masyarakat, malah menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat,” seru salah satu orator.
Aliansi Suara Rakjat (ASURO) terdiri dari massa yang berasal dari beberapa perguruan tinggi. Mereka awalnya berkumpul di Stadion Gajayana dan bergerak ke Balai Kota Malang.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan putusan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional. Selain itu, mereka juga menuntut DPR RI dan Presiden untuk mencabut UU Ciptaker tanpa perubahan dan mengembalikan independensi KPK.
Tidak hanya itu, massa aksi juga mendesak DPR dan Presiden untuk merevisi pasal-pasal bermasalah dalam KUHP dan UU Minerba, serta mencabut UU IKN tanpa perubahan. Bahkan, mereka juga menyinggung penuntasan proses hukum terhadap peristiwa Tragedi Kanjuruhan yang merupakan pelanggaran HAM berat.
Baca Juga: Pelarangan Petasan dan Balon Udara pada Lebaran: Kasatreskim
Dalam aksi tersebut, situasi sempat memanas dan terjadi gesekan. Terjadi aksi saling dorong dan bersitegang antara mahasiswa dan aparat pengamanan. Massa aksi unjuk rasa bertahan lama di depan Balai Kota Malang meski hujan turun cukup deras. Terpantau, hingga petang mereka masih bertahan di lokasi.
Dari DPRD Kota Malang sendiri mau menemui massa aksi, namun ternyata massa aksi menolak karena yang menemui tidak lengkap. Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana yang turut menemui massa aksi itu menyampaikan unjuk rasa kali ini sebenarnya menyasar ke Balai kota atau eksekutif.
Namun pihaknya juga melayani permintaan mahasiswa untuk bertemu meski tidak ada pemberitahuan. Selain Made, ada perwakilan anggota DPRD lainnya yakni Wakil Ketua DPRD Kota Malang Rimzah, anggota Komisi C Wanedi dan anggota Komisi D Rokhmad.
Dalam aksi tersebut, terjadi gesekan dan saling dorong antara mahasiswa dan aparat pengamanan. Meski hujan turun cukup deras, massa aksi unjuk rasa tetap bertahan lama di depan Balai Kota Malang. Bahkan, hingga petang mereka masih berada di lokasi.
Baca Juga: Kota Malang Dihantui Banjir dan Macet: Perlukah Pemkot Malang Kembalikan Fungsi Ruang Terbuka Hijau?
DPRD Kota Malang sebenarnya ingin menemui massa aksi, namun mereka menolak karena yang menemui tidak lengkap. Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana, menyatakan bahwa unjuk rasa tersebut sebenarnya menyasar Balai Kota atau eksekutif.
Meski demikian, pihak DPRD tetap melayani permintaan mahasiswa untuk bertemu meskipun tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Selain Made, ada perwakilan anggota DPRD lainnya, yaitu Wakil Ketua DPRD Kota Malang Rimzah, anggota Komisi C Wanedi, dan anggota Komisi D Rokhmad.
“Kami hadir empat orang, mereka tidak mau, harus lengkap enam fraksi. Padahal kami dewan sedang ada agenda bimtek yang menghadirkan BPK, Kemendagri menghadirkan akademisi, tidak mungkin kami tinggal. Pemberitahuan ke kita juga tidak ada, baik dari Polres dari mahasiswa tidak ada suratnya. Sudah baik baik kami turun, tapi mereka kalau bilang pergi ya sudah kita masuk,” tutur Made.
Made dan tiga anggota lainnya sempat menemui massa dan berada di tengah-tengah aksi. Namun, karena situasi semakin tidak terkendali, akhirnya aparat kepolisian segera mengamankan kembali para anggota dewan. Made pun merasa menyesal atas kejadian tersebut.
“Kami minta bicara di atas tidak dibolehkan, padahal di kita ada perwakilan, ada saya selaku ketua dan pimpinan fraksi lainnya. Saya sendiri sebenarnya sudah sangat cukup untuk menemui itu,” ungkapnya.
2 Komentar